Senin, 20 Februari 2012

DIALOGUE TANPA BATAS (Pertemuan Kedua)

jalan ini adalah pilihanku atas hidup yang akan aku jalani sendiri, dan pilihan ini adalah keharusan bagiku, dan tidak bisa dikompromikan lagi” ucapku dengan nada datar membuka obrolan malam itu, kau terdiam sejenak sambil mengangguk-anggukan kepala bertingkah sok mengerti, padahal aku tahu bahwa kau hanya sedang mempertahankan wibawamu saja. “aku tidak mau melarangmu, aku tidak bermaksud untuk menghalangimu, tapi marilah pikirkan sejenak, apa iya kau harus terus-terusan hidup seperti ini” kalimat sok bijaksana tapi penuh dengan konsfirasi busuk itu keluar dari lengkungan bergigi yang berada tepat di balik kumis tebalmu.
apapun resikonya, aku sudah siap, mesti harus mati sekalipun” jawabku singkat. Kau terdiam sejenak, lalu kembali menggerakkan kepala, kali ini gerakan kepalamu berbentuk gelengan-gelengan menjengkelkan. Aku menangkap ada raut muka menahan kesal dalam wajahmu, lalu, “hhhhhhhhhhhhhhhh….” desahmu panjang, kemudian tanganmu merogoh lompak (tempat menaruh tembakau khas Lombok, biasanya dari kantung bekas perhiasan), kemudian dengan lihainya jemarimu melinting sebatang rokok.
Asap mengepul, memenuhi kamar berukuran 3x4 m itu. Tanganku mulai meraba letak cangkir kopi yang sejak tadi menunggu untuk aku sentuh. Kau masih terdiam disitu, aku tau otakmu tak sedang diam seperti mulutmu, otakmu sedang mencoba merangkai kata demi kata, muslihat demi muslihat untuk memenangkan pertarungan oral ini. “ah, kamu memang keras kepala yah…” kata-katamu terhenti sampai disitu lalu terdiam kembali.
Malam terus berlanjut, gonggongan anjing sahut-menyahut memberi nuansa menegangkan malam itu. Dalam kamar berukuran 3x4 m itu kami masih membisu, menunggu siapa yang akan memulai untuk melanjutkan kembali dialogue tanpa batas ini. Mata kami berpapasan beradu pandang untuk kesekian kalinya. “tidakkah kau berniat untuk merubah pendirianmu? Yang kau lawan ini adalah kehendak Negara, mereka punya senjata, mereka punya penjara, punya segalanya, aku hanya khawatir jika kau kenapa-kenapa” ucapmu seolah peduli padaku, padahal apa pedulimu tentang hidupku, kau hanya sedang bermuslihat, kau sedang merayu hatiku sayangnya aku tau itu. “sudah ku bilang dari tadi, pilihanku ini adalah keharusan bagiku, dan tidak bisa dikompromikan lagi. Aku tau mereka punya segalanya, mereka bisa melakukan apa saja atas hidupku. Tapi hal itu tak sedikitpun membuat gentar nyaliku” jawabku pasti.
dasar keras kepala….!!!!!” Nada suaramu mulai meninggi, aku tahu kau mulai kehabisan kata-kata. “aku tidak keras kepala, aku hanya sedang mempertahankan argumenku atas apa yang aku yakini, aku bahkan tidak pernah mengganggu pilihanmu, lalu kenapa kau mengganggu pilihanku….?” Kata-kataku itu membuatmu terdiam untuk beberapa saat lalu kemudian kembali bercloteh “aku tidak bermaksud mengganggu pilihanmu, aku hanya ingin menggiringmu kembali ke jalan yang benar” jawabmu. “jalan yang benar…??, berarti menurutmu jalan yang benar itu adalah tetap diam dan terus hidup dalam kehinaan, buah hasil dari persekongkolan jahat yang kemudian ditelurkan dalam kebijakan-kebijakan lalim para penguasa untuk kepentingan terus menghisap dan menindas rakyatnya…? Begitu..???”.
sulit sekali bicara denganmu, kau telah terlalu jauh mengikuti fikiran sesatmu…” katamu datar setengah berbisik. “rupanya kau ingin jadi pahlawan…” lanjutmu, dengan bentuk mulut setengah tersenyum seperti mengejek. “terserahlah apapun sebutanmu untukku, yang jelas itulah pilihanku, dan kau tak bisa mengganggunya” ucapku tegas.
ya sudahlahlah…” ucapmu, kemudian berdiri dari tempat dudukmu sembari meraih cangkir kopi yang sejak kau mulai duduk disana tak pernah sekalipun kau menyentuhnya, lalu tanpa sepotong kata-kata perpisahanpun kau bergegas meninggalkanku.
Kulihat arloji di tanganku, jarum panjang dan pendeknya bersenggolan di angka 2 berarti ini sudah pukul 2 lewat 10 menit dini hari, ternyata malam sudah cukup larut tapi tak apalah setidaknya malam ini kutuntaskan dengan sebuah kepuasan.
Meski malam ini aku cukup merasa puas karena kau tak bisa berbicara banyak di depan ku, tapi aku akan berusaha menjaga agar aku tak merindukan malam ini, karena aku tau pasti, dialogue ini akan berlanjut dimalam-malam berikutnya, bisa dengan materi yang sama, bisa juga dengan materi yang berbeda. kita hanya beristirahat sejenak kemudian melanjutkan kembali aktifitas merangkai kata, menggubahnya menjadi sabda-sabda, kemudian mempertikaikannya dalam panggung-panggung heroik yang aneh tanpa penonton pada malam-malam berikutnya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar