Kamis, 02 Januari 2014

RAPATKAN BARISAN, MASIFKAN PERJUANGAN, CAMPAKKAN BTDC!



Diterbitkan
Oleh:

Serikat Petani Indonesia (SPI NTB)

Situasi Umum Krisis Global dan Imbasnya terhadap Kaum Tani
Ditengah badai krisis yang terus membakar sistem kapitalisme monopoli dunia, utamanya Amerika Serikat dan Uni Eropa tidak akan pernah bisa diatasi tanpa menciptakan pengangguran dan kemiskinan baru terhadap seluruh lapisan klas rakyat perkerja dunia. Baik rakyat negeri-negeri imperialisme dan melipatgandakan bara penghisapannya negeri-negeri setengah jajahan dan setengah feudal seperti Indonesia. Sejak krisis keuangan yang melanda Amerika Serikat pada pertengahan tahun 2008, US dan Uni Eropa terus terjebak kedalam resesi ekonomi yang panjang, dimana industri dalam negerinya mengalami pengurangan produksi secara drastis, bahan baku menumpuk, sementara uang hanya bisa ditanamkan kedalam produk turunan keuangan yang sangat spekulatif karena tidak terhubung dan bersandar pada produksi barang dagangan. Dilain sisi situasi tersebut terhubung dengan gelombang pemutusan hubungan kerja, pemotongan upah, penghapusan subsidi dan jaminan social datang bersamaan dengan naiknya pajak, biaya kesehatan, pendidikan, serta naiknya harga bahan kebutuhan pokok. 
Dengan keadaan krisis tersebut, Pemimpin-pemimpin negeri imperialisme dibawah pimpinan tunggal Amerika Serikat terus menunjukkan karakter reaksionernya yang anti klas buruh dan anti demokrasi serta pembela sejati sistem oligarki keuangan. Pemerintah Barrack Obama mengambil jalan menguras keuangan Negara dan dana public lainnya, dengan kebijakan bail-outnya untuk membantu oligarki keuangan yang terang-terang telah merampas kekayaan rakyat dari seluruh dunia dengan jalan mengeruk keuntungan dalam situasi krisis. Bahkan Barrack Obama menjadi salesman bagi perusahaan besar persenjataan, pesawat terbang, pertambangan dan berbagai macam peralatan berteknologi canggih yang mengalami over-produksi dan mendesak penjualannya melalui perjanjian bilateral dan multilateral dengan Negara diberbagai dunia. Dalam waktu yang bersamaan, dana milyaran dollar dipergunakan untuk membiayai pembangunan pangkalan militer baru seperti U.S African Command dan operasi militer diberbagai Negara Afrika, Amerika Latin dan Asia.

Hal serupa juga berlangsung dan bahkan lebih parah lagi, lilitan utang yang terus menggelembung karena over-produksi memaksa pemerintahan reaksi terus menambah derajat hutang baru melalui penerbitan obligasi dan berbagai surat utang lainnya. Perluasan pasar barang produksi dan jasa keuangan Negara-negara eropa sangat bergantung pada “Kebaikan Hati” Amerika Serikat yang bersedia menampung barang dagangannya, dan membagi pasar ke Negara berkembang yang didominasi Amerika Serikat. Negara-negara eropa hanya mendapatkan bagian “Super-Propit” apabila kebijakan luar negeri Amerika Serikat di dukung sepenuhnya oleh negeri eropa, seperti mempertahankan pangkalan militer US, dan ambil bagian langsung dalam perang melawan terorisme dan penggulingan pemerintahan anti Ameriak Serikat. Sedangkan kedudukan negeri eropa kecil akan mendapat “Bagian” jika membuka dirinya bagi pangkalan militer baru US. Menerapkan demokrasi ala US, serta membuka pasar dan investasi dalam negerinya bagi kepentingan US. Hal inilah yang menyebabkan gerakan rakyat di negeri-negeri Uni Eropa melakukan aksi protes kelembaga-lembaga pemerintahannya yang korup, serta secara langsung menyerang dominasi US atas negerinya.             


Krisis demi krisis terus berlangsung, US tetaplah menjadi kekuatan tunggal dan nomor satu yang belum tertandingi oleh kekuatan imperialisme lainnya, hal ini bisa dilihat dari kemampuannya untuk melaksanakan berbagai tindakan unilateral termasuk mengisolasi dan mnyerang negeri lainnya tanpa persetujuan PBB. Hal ini tentu ditopang oleh kekuatan modal dan kekuatan militernya yang sangat besar di diseluruh negeri serta kedudukannya sebagai pimpinan NATO; serta ketergantungan negeri imperialism lainnya pada capital US yang secara actual terkonsolidasi melalui organisasi multilateral seperti G8, WTO dan Institusi keuangan seperti Bank Dunia dan IMF.  

Dengan skema inilah US tetap dapat mempertahankan kepemimpinannya dan meredam pertentangan antar negeri imperialism, terutama untuk mempercepat kebijakan neo-liberal di negeri setengah jajahan dan setengah feudal melalui kerjasama multilateral dan bilateral seperti pertemuan G-8 yang diperluas menjadi G-20 di Los Cabos, Mexico, seluruh negeri imperialisme berusaha untuk bekerjasama mengenai resesi eropa dengan memobilisasi dana talangan bagi International Monetery Fund (IMF) dari negeri setengah jajahan dan mereka berhasil dipersatukan dalam kekehawatiran yang sama bahwa resesi ini akan sangat berbahaya bila menggempur “Institusi Finans dan Pasar Amerika” yang selama ini menjadi andalan atau dewa penyelamat bagi sistem kapitalisme monopoli dunia. Dan dalam pertemuan tersebut mereka bersepakat untuk mengatasi krisis tersebut secara bersamaan, karena krisis ini mereka yakini akan berjalan lama, dan membutuhkan sumber hidup selama krisis berlangsung, dan satu-satunya sumber penghidupan yang bisa menopang krisis tersebut adalah negeri-negeri yang kaya sumber bahan mentah dan yang memilki banyak penduduk untuk memasarkan hasil produk industry mereka.

Oleh karenanya, seluruh negeri imperialisme dalam pertemuan G-8 dan G-20 yang terakhir tetap berkomitmen bersama untuk saling bekerjasama dibawah pimpinan Amerika Serikat memelihara dan mendorong kebijakan neo-liberal dinegeri setengah jajahan. Secara bersama-sama memelihara pertumbuhan ekonomi dengan tujuan meningkatkan super propit, dan dalam waktu yang bersamaan juga mempromosikan demokrasi palsu untuk menumpulkan perjuangan klas dan menggunakan cara militer untuk menggulingkan pemerintah yang tidak efektif dan tidak mendukung skema penanganan resesi ini dibawah pedoman Counter-Insurgency Amerika Serikat.
Situasi Kaum Tani Indonesia di bawah Kebijakan SBY dalam Mensukseskan program MP3EI:
Pada tahun 2012 pemerintah Indonesia lewat presiden Susilo Bambang Yudoyono mengumumkan keprihatinannya atas situasi krisis global yang terus menimpa negeri-negeri imperialisme utamanya US dan Uni Eropa. Bahkan dalam pidatonya SBY mengungkapkan akan membantu International Monetary Fund (IMF) sebesar U.S$ 1 Milliar agar dapat mengatasi krisis tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh SBY tersebut tentu sangat memalukan, padahal dalam praktiknya sendiri SBY mengungkapkan bahwa negera sedang dilanda defisit anggaran dalam mensubsidi BBM. Dan dalam pertemuan Negara-negara G-20 presiden SBY juga mengungkapkan keprihatinannya atas tindakan pemerintah Suriah yang membunuh gerakan oposisi dan mendukung upaya Rusia mengadakan pembicaraan dengan Al Asad ditengah pembantaian serupa terjadi di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi.

Bahkan ditengah kemarahan kaum tani dan klas buruh yang dirampas upah dan kebebasan berserikatnya, SBY secara perlahan menyulap kebobrokannya dengan mengumumkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) ekonomi Indonesia naik 6% per tahunnya. Angka penganguran dan kemiskinan pun tidak luput disulapnya,   demikian pula kosmetika yang membungkus kebusukan demokrasi palsu yang korup dan fasis akan segera meleleh oleh keringat dan darah rakyat , aroma busuknya akan segera menyebar ke mana-mana.

Semua angka-angka ekonomi fantastis dan sistem demokrasi palsu tersebut bertentangan sepenuhnya dengan keadaan penghidupan rakyat sehari-hari. Semakin jelas dan terang bahwa krisis kronis di dalam negeri tidak bisa ditutupi lagi dengan berbagai indikator demokrasi palsu seperti sistem pemilihan langsung dan berbagai reformasi serta berbagai indikator ekonomi. Termasuk bantuan U.S $ 1 Milyar kepada IMF tidak bisa memanipulasi keadaan bahwa negeri ini berada dalam krisis kronis yang terus memburuk, semakin bergantung dan didominasi imperialisme Amerika Serikat, bergantung hidup pada utang luar negeri dan investasi asing. Hal ini dilakukan oleh SBY hanya untuk menyenangkan hati sang majikannya yang telah memberikan topangan hutang dalam mensukseskan program Millennium Challenge Corporation (MCC) Compact dalam rangka UN Millennium Development Goals (MDG’s) bernilai US $ 600 Juta demi “Memelihara Pertumbuhan Ekonomi dan Memerangi Kemiskinan” di Indonesia selama tiga tahun terakhir. Rakyat juga akan menyadari bahwa program yang dijadikan dasar oleh pemerintahan SBY dan dimanipulasi menjadi Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) pemerintahan SBY.

Keluarga kaum tani di pedesaan mengalami peningkatan defisit pendapatan yang mematikan sebagai akibat dari semakin terintegrasinya kaum tani dengan ekonomi komoditas monopoli (Cash-Economy) di satu sisi, dan semakin melemahnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (Self-Sufficient Economy). Selain itu juga kaum tani dihadapkan dengan program MP3EI yang pada hakekatnya akan banyak merampas lahan rakyat terhusus lahan pertanian, untuk memasifkan niat piciknya tersebut SBY juga mengeluarkan Undang-undang Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum (UU PT).
Ironisnya, selama hampir dua periode pemerintahannya, SBY menutup mata dan telinga pada keadaan ini. Ia lebih suka membuai dirinya sendiri dengan pujian selangit dari Amerika Serikat dan negeri imperialis lainnya berkat loyalitasnya yang tanpa batas dalam menjalankan berbagai skema dan kebijakan ekonomi serta mengadopsi sistem politik dan demokrasi palsu imperialis. Ia mendapat pujian yang luar bisaa karena berhasil memberikan jaminan “stabilitas dan keamanan” bagi investasi asing, membuat setumpuk regulasi dan kebijakan neo-liberal: meneruskan privatisasi BUMN-menciptakan manajemen krisis utamanya bagi institusi keuangan-pembaruan fiskal terutama penghapusan subsidi, sanggup membayar utang luar negeri dengan teratur, dan terus memperluas pasar baru bagi kapital dan komoditas imperialis yang terancam membusuk karena over-produksi. Seluruh unsur dari Structural Ajustment Programs (SAP’s) yang diajukan Bank Dunia dan IMF dijalankan dengan sangat sempurna, setahap demi setahap.

Peiode kedua pemerintahan SBY adalah periode penjarahan habis-habisan terhadap kedaulatan dan kekayaan bangsa, serta kebebasan rakyat Indonesia sejak ditanda-tangani dan dijalankannya  kesepakatan “Kerjasama Bilateral Komprehensif Indonesia-Amerika Serika,” Juni 2010. “U.S.-Indonesia Comprehensive Partnership Joint Commission” adalah badan eksekutif negara reaksi yang sangat penting saat ini dan bertugas dari waktu ke waktu membuat rencana baru untuk memastikan berbagai kesepakatan culas dalam lapangan ekonomi, politik-militer dan kebudayaan itu berjalan.

Belum lama ini, dengan penuh kemunafikan dan kelicikan, pemerintahan SBY bekerja sama dengan World Trade Organization (WTO) yang merupakan perdagangan, tetapi WTO mencakup banyak hal, mulai dari liberalisasi perdagangan berbagai sektor, menfasilitasi perdagangan, membuat peraturan penyelesaian hingga meluas pada liberalisasi Investasi, ini kemudian menjadi pembahasan dan menjadi kesepakatan-kesepakatan yang bisaanya diambil melalui kebijakan tertingginya dalam pertemuan tingkat menteri yang diadakan dua tahun sekali. Tahun 2013, adalah pertemuan tingkat menteri yang ke-9
Yang memprioritaskan 3 pokok pembahasan diantaranya; Tentang Agreement on Agriculture (AoA), Least Developed Country (LDC) dan Trade Facilitation (TF).

AoA adalah: Perjanjian dibidang pertanian, perundingan ini sudah mengalami kebuntuan selama satu dekade terakhir. Mandegnya perundingan ini dikarenakan negara-negara kapitalis monopoli tetap mempertahankan proteksi terhadap pertanian mereka sehingga membuat produksi pertanian dari negara berkembang tidak dapat bersaing dipasar internasional. Satu sisi mereka mengharuskan penghilangan subsidi terhadap petani, disisi lain mereka mempertahankan subsidi pertaniannya. LDC adalah: Kelompok negara-negara miskin yang berusaha mengajukan proposal didalam WTO agar seluruh ekspor dari negara-negara anggota LDC ke negara-negara maju tidak dibatasi kuotanya dan dipermudah seluruh prosesnya, dan sesungguhnya proposal ini telah diterima pada pertemuan WTO tahun 2011. Meskipun proposal ini diajukan oleh negeri miskin tetapi sesungguhnya proposal ini menguntungkan negeri maju, sebab negeri maju memiliki kepentingan besar agar produksi dari negeri seperti Indonesia tidak dibatasi kwota ekspornya, terutama raw material/bahan mentah.

TF adalah: Agenda yang akan menjadi pembahasan utama dalam KTM WTO ke-9 di Bali. TF adalah skema fasilitas perdagangan yang dipromosikan untuk mempercepat dan mempermudah proses masuknya barang-barang dari negara maju ke negara berkembang seperti Indonesia. Implementasi TF dalam perkembangan saat ini adalah memfasilitasi adanya sistem tekhnologi informasi/komputerisasi di pelabuhan-pelabuhan, agar dapat memotong jalur birokrasi dan mempercepat proses perdagangan/keluar masuk barang antar negara. Contoh yang lain adalah penggantian mesin-mesin yang masih manual dan semi-automatic dengan mesin-mesin yang sudah terhubung dengan komputerisasi. Dengan demikian seluruh produk akan dengan mudah masuk ke Indonesia, termasuk produk pertanian.

Situasi Kaum Tani NTB dan Perjuangan Petani Badai Selatan   
Skema Liberalisasi dan privatisasi ini sesungguhnya bukanlah barang baru bagi rakyat, akan tetapi telah lama terlaksana secara apik dan baik di Indonesia di bawah kepemimpinan Rezim Susilo Bambang Yudhoyono. Di NTB sendiri kedudukan TGB. Zainul Majdi sebagai Gubernur NTB mampunyai raport yang baik dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan ini di NTB, misal saja skema MDGs yang sukses dimanifestasikan dalam program A3 (Akino, Absano dan Adono) oleh TGB. Yang kemudian dalam pelaporannya TGB juga seolah mengcopy-paste metode pelaporan SBY yaitu dengan melakukan pembohongan-pembohongan statistic, dimana TGB menyatakan bahwa angka buta aksara dan angka kemiskinan di NTB telah menurun secara drastis. Angka kemiskinan sebelumnya berada pada angka 23% kini telah menjadi 19%[1].  Sesungguhnya yang dilakukan TGB sesuai dengan yang dilakukan oleh SBY yaitu dengan menurunkan angka Standar Hidup Layak rakyat  menjadi 1 USD per-hari (padahal Bank dunia menetapkan bahwa angka hidup layak adalah 2 USD per-hari, angka 1 USD dolar ini justru masuk dalam kategori tingkat kemiskinan yang sangat parah), jika kita berhitung dari kebutuhan makan saja, maka angka ini sesungguhnya amatlah jauh dari angka keterpenuhan kebutuhan hidup layak rakyat, belum lagi dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya, seperti pendidikan, transportasi dan telekomunikasi, yang justru sesungguhnya juga masuk dalam kategori kebutuhan pokok rakyat.

Selain itu juga, TGB sukses menambah jumlah penguasaan lahan untuk PT. NNT sampai ke Dodorinti. Kedudukan TGB sebagai coordinator MP3EI koridor V juga semakin menegaskan kedudukan TGB sebagai komparador tepercaya Imperialisme di NTB bahkan Indonesia wilayah Timur. Selanjutnya, Kedudukan staregis NTB bersama Bali dan NTT sebagai provinsi yang berada di tengah-tengah negara Indonesia mempunyai arti strategis sebagai jalur penghubung ekonomi antara wilayah Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur. Dimana Indonesia sendiri telah membagi wilayahnya menjadi dua wilayah pengembangan, dimana Indonesia bagian barat berkedudukan sebagai wilayah pengembangan sector perkebunan dan Indonesia bagian timur sebagai wilayah pengembangan sector pertambangan. NTB sendiri khususnya pulau Sumbawa dalam pembagian ini  masuk dalam wilayah Indonesia bagian timur sebagai pengembang sector pertambangan. Hal ini kemudian dibuktikan dengan banyaknya investasi sector pertambangan di wilayah NTB, sampai dengan saat NTB telah menerbitkan  196 IUP dan 1 Kontrak Karya yang terdiri dari 68 perusahaan logam, 28 perusahaan non logam dan 101 perusahaan batuan dengan total luas areal pertambangan  891.150 ha, dimana PT.NNT masih sebagai penguasa lahan terluas yaitu 87.540 Ha.

Selain sector pertambangan yang merupakan sector investasi unggulan, NTB juga memberikan ruang untuk investasi di sector yang lain seperti sector perkebunan yang sejauh ini penguasaan lahannya telah mencapai 749 Ha. Perusahaan pengembangan sector perkebunan tersebut Atas nama PT. Cosambi Victoria (99 Ha) dan PT. Agrindo Nusantara (650 Ha). Sesungguhnya jika dilihat dari komoditi tanam seperti tembakau, jagung, jambu mente, kopi, dll, perkebunan justru sangat banyak menguasai lahan  rakyat melalui mekanisme penyeragaman komoditi tanam, dalam hal ini petani diberikan pinjaman berupa bibit dan pupuk dengan konsekwensi petani harus menjual kembali hasil produksinya ke perusahaan pemberi pinjaman dengan harga yang telah ditentukan secara sepihak oleh perusahaan tersebut tentunya (skema ini sering kali diistilahkan sebagai skema kemitraan yang esensinya adalah perampasan lahan tidak langsung / silent land grabing). Komoditi tembakau misalnya, dikuasai oleh 21 perusahaan diantaranya adalah 5 perusahaan milik sampoerna group (yaitu PT Gudang Garam, Indonesia Indi Tobaco Citra Niaga, PT Karya Putra Maju, dan PT Seng Sasak, serta PT Sadhana Arifnusa), PT Indonesia Dwi9, PT Export Leaf Indonesia, PT Dua Jarum, CV.Tresno Adi, Nyoto Permadi, Indonesia Indi Tobaco Citra Niaga, UD Subiyakto, UD Keluarga Sapi, UD Cakrawala, Satuning Mitra Lestari, UD Iswanto, UD Sumber Rezeki Pancor, UD Kemuning Sari Taya Jaya, Stevi dan PT Selaparang Agro serta PT Gudang Garam[2] sejauh ini menguasai lahan dengan skema seperti yang dimaksud diatas mencapai 58.516 hektare. Dimana Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah, dan 29.154 ha di Lombok Timur dengan masa produksi selama 5 bulan. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan NTB menyebutkan potensi produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48.000 ton atau 95 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50.000 ton per tahun. Kemudian harga yang diberikan kepada petani tembakau oleh 21 perusahaan tersebut berkisar antara Rp.16.000 – Rp. 29.000/kilogram.

Lain di sector perkebunan lain pula di sector kehutanan, dari total luas hutan NTB yaitu 1.069.997,78 Ha. 64.780 Ha diantaranya adalah kawasan IUPHHK-HTI oleh 3 perusahaan yaitu PT. Coin Nesia, PT. Usaha Tani Lestani, sedangkan 6.417,295 Ha[3]  dan PT. Shadana Arif Nusa seluas 3.810 Ha yang menyebar di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Lombok utara, Lombok timur dan Lombok tengah, di Lombok tengah sendiri Sadhana mengantongi izin seluas 683 hektare, yang terbagi dalam dua blok, yakni Blok Mangkung seluas 173 hektare, dan Blok PLambik seluas 510 hektare (meliputi Desa Plambik, Kabul, Serage dan Montong Sapah)[4] Penguasaan wilayah hutan lainnya merupakan Ijin paket Pinjam kawasan Hutan oleh PT.NNT  dengan nomor ijin no. 501/menhut-II/2009 tanggal 1 september 2009.

Wilayah hutan yang telah direncanakan maupun sudah di buka oleh pemerintah Provinsi NTB sebagai wilayah pertambangan sampai dengan saat ini adalah sebesar 479.311,12 ha dengan kata lain 53,75% dari total wilayah pertambangan justru berada berada di wilayah hutan.  Kedudukan strategis NTB sebagai jalur penghubung ekonomi antar Wilayah barat Indonesia dengan wilayah timur Indonesia tentunya juga mempunyai potensi pengembangan sektor pariwisata yang cukup besar. Sejauh ini, sektor pariwisata telah menguasai lahan NTB seluas 46.185 Ha. yang  kemudian terbagi kedalam 17 kawasan, dimana 10 kawasan diantaranya berada di pulau Lombok dan 7 kawasan lainnya berada di pulau sumbawa. Sampai dengan hari ini sector ini telah di kuasai oleh 154 PMA dan 19 PMDN.

Investasi (yang esensinya adalah privatisasi) di NTB sejauh ini jika di total, maka penguasaan lahannya adalah 1.006.674 ha atau sekitar 49,95% dari luas daratan NTB yang jumlahnya adalah 2.015.320 Ha. Sedangkan lahan yang tersisa untuk pengembangan sector pertanian hanya 239.127 Ha itupun menyerap 867.400 tenaga kerja, jika dirasiokan maka rasio kepemilikan lahan oleh petani NTB adalah 0,27 Ha (2,7 are) untuk setiap orang petani. Pada prakteknya ada sebagaian petani juga yang mempunyai lahan dari 50 are sampai 3 bahkan 4 ha. Artinya bahwa ada sebagian besar petani juga yang merupakan petani tanpa lahan (buruh tani).

PT. BTDC (Bali Tourism Development Coorporation) sebagai Musuh Utama Kaum Tani Badai Selatan
Bali Tourism Development Coorporation (PT. BTDC) adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang ditunjuk langsung oleh Presiden SBY-Budiono untuk mengelola Kawasan Mandalika Resort dengan luas lahan adalah 1.250 hektar yang melingkupi 4 desa yaitu Desa Kute (meliputi dusun Kute, serenting, Bunut dan Ujung), Desa Sengkol (meliputi dusun Grupuk dan Aan), Mertak (meliputi dusun Kliuh, sekembang dan sereneng), Desa Sukedane (meliputi dusun Patiwong).

Kawasan Mandalika Resort tersebut sebelumnya dikelola oleh PT. LTDC (Lombok Torism Development Coorporation/ Perusahaan pengembangan pariwisata Lombok) yang pada tahun 1998-1999 oleh kekuatan gerakan kaum tani mampu diusir dari lahan tersebut, akan tetapi oleh Pemda NTB kemudian HGB dan HPl yang sebelumnya dikuasai oleh PT. LTDC tersebut diserahkan Kepada PT. Emaar, kemudian pada tahun 2012 PT. Emaar juga hengkang dari lahan tersebut karena tidak mampu menyelesaikan persoalan sengketa lahan yang ada, akhirnya Pemda kembali mengambil alih HGB dan HPL tersebut kemudian menyerahkan kepada PT. BTDC.

Sejauh ini telah ada 7 perusahaan yang telah menandatangani MoU dengan PT. BTDC, adapun ketujuh perusahaan tersebut adalah PT. Gobel Internasional, PT. MNC Land (MNC Group), Club Mediteranee, PT. Canvas Development (Rajawali Group), Australia Cube’s Hotel, PT. Wahana Karya Suplaindo, dan PT. Yonashindo Intra Pratama. Tiga pihak lainnya yang ikut mengambil bagian dalam pemanfaatan kawasan wisata Mandalika dan diwujudkan dengan penandatanganan MoU juga adalah Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata (STP) Bali I Nyoman Madium, Direktur Politeknik Negeri Bali I Made Mudhina, dan Bupati Lombok Tengah Suhaili FT mewakili manajemen Balai Latihan Kerja (BLK) Lombok Tengah.

PT. Gobel Internasional di bawah kepemimpinan Rahmat Gobel sejauh telah menguasai lahan di kawassan Mandalika Resort seluas 300 Ha. Dengan orientasinya adalah untuk membangun fasilitas ramah lingkungan untuk pengelolahan air minum dan limbah. Selain itu PT. Gobel Internasional juga akan membangun resort dan hotel berbintang. Sedangkan PT. MNC Land (MNC Group) telah menguasai 400 Ha. Lahan di kawasan Mandalika Resort. PT. MNC Land sendiri akan membangun theme park atau taman hiburan terintegrasi seperti disneyland, underwater park dan techno park. PT. MNC Land juga akan membangun Lapangan golf, sirkuit balap Formula Satu (F1), plenary hall untuk penyelenggaraan konser dan pelabuhan laut untuk kapal pesiar dan kapal laut. Pada tahap pertama ini PT. MNC Land telah berinvestasi di kawasan Mandalaika resort sejumlah $170 juta dengan pembagiannya adalah $20 juta untuk lapangan golf dan $150 juta untuk hotel bintang 5.

PT. Canvas Development (Rajawali Group) di bawah pimpinan sekaligus pendirinya Peter Sondakh akan membangun dan mengembangkan hotel dan vila, serta hight end resort di wilayah Tanjung Aan. Australia Marina Cube's Hotel sebagai salah satu Perusahaan perhotelan terkemuka asal Australia akan membangun sotel berbintang. PT Wahanakarya Suplaindo berencana mendirikan tempat pelatihan dan keperawatan khusus yang para lulusannya akan dikirim ke luar negeri, beserta fasilitas pendukungnya. Selain itu, Wahanakarya juga akan menggeluti usaha perhotelan untuk pelatihan siswa yang belajar di sekolah perhotelan, usaha Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN), usaha travel agency, perbankan, dan "Medical Check Up Center". PT. Yonashindo Intra Pratama berencana mendirikan tempat pelatihan dan keperawatan khusus yang akan dikirim ke luar negeri. Manajemen Yonasindo juga akan membangun fasilitas pendukungnya.

Sedangkan Club Mediteranee (club med) sebagai perusahaan terbesar yang juga bermitra dengan PT. BTDC adalah perusahaan asal prancis yang memang focus bergerak di bidang resort dan memiliki cabang di seluruh dunia, dan bisaanya terdapat di lokasi-lokasi eksotis. Perusahaan operator hotel dan resort ternama di dunia itu dimiliki oleh Henri Giscard d’Estain, putra dari mantan Presiden Prancis periode 1974-1981 Giscard d’Estaing.

Berdasarkan seluruh gambaran di atas, maka tidak ada pilihan lain bagi kaum tani selain berjuang merebut dan mempertahankan tanahnya dari ancaman perampasan yang hari demi hari kian massif dilakukan oleh rezim kepala batu SBY-Budiono. Upaya berjuang tersebut tentunya haruslah dipimpin melalui satu alat perjuangan bersama berupa organisasi yang kuat dan solid.

Organisasi yang kuat adalah organisasi yang secara terus-menerus melakukan : 1). penyelidikan-penyelidikan sosial dan analisis kelas sebagai bentuk upaya untuk mengetahui dan membedah persoalan yang terjadi di tengah massa rakyat, 2). pendidikan-pendidikan baik untuk massa, anggota maupun pimpinan sebagai upaya untuk terus memajukan kapasitas massa, anggota dan pimpinannya, 3). Propaganda-propaganda baik secara luas maupun solid sebagai bentuk upaya terus menyebarluaskan pengetahuan terhadap massa tentang situasi kaum tani dan massa rakyat lainnya, 4).kampanye-kampanye massa sebagai bentuk sikap atas ketertindasan kaum tani dan massa rakyat tertindas lainnya, serta 5) melakukan penggalangan kekuatan dengan organisasi-organisasi lain baik di sector yang sama maupun  di lain sector seperti buruh, pemuda dan mahasiswa, perempuan, pekerja seni dan massa rakyat tertindas lainnya.

Organisasi yang solid adalah organisasi yang bersandar pada kekuatan sendiri dan terus melakukan : 1). Perekrutan anggota sebagai upaya untuk terus memperbesar dan memperluas pengaruh politik organisasi, 2). Melakukan verifikasi dan konsolidasi anggota melalui program-program organisasi, dan 3). Melakukan upaya-upaya untuk menghidupi organisasi melalui iuran dan pembentukan badan usaha-badan usaha organisasi.

Jayalah perjuangan Kaum Tani Indonesia!
Jayalah perjuangan Demokratis Nasional!
Bersatulah Rakyat Indonesia!!



[1] Data BPS NTB tahun 2012
[3] . direktorat BRPHP dan BPHT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar