Diterbitkan
Oleh:
Serikat Petani Indonesia (SPI NTB)
Situasi
Umum Krisis Global dan Imbasnya terhadap Kaum Tani
Ditengah badai krisis yang terus membakar sistem
kapitalisme monopoli dunia, utamanya Amerika Serikat dan Uni Eropa tidak akan
pernah bisa diatasi tanpa menciptakan pengangguran dan kemiskinan baru terhadap
seluruh lapisan klas rakyat perkerja dunia. Baik rakyat negeri-negeri
imperialisme dan melipatgandakan bara penghisapannya negeri-negeri setengah
jajahan dan setengah feudal seperti Indonesia. Sejak krisis keuangan yang
melanda Amerika Serikat pada pertengahan tahun 2008, US dan Uni Eropa terus terjebak
kedalam resesi ekonomi yang panjang, dimana industri dalam negerinya mengalami
pengurangan produksi secara drastis, bahan baku menumpuk, sementara uang hanya bisa
ditanamkan kedalam produk turunan keuangan yang sangat spekulatif karena tidak
terhubung dan bersandar pada produksi barang dagangan. Dilain sisi situasi
tersebut terhubung dengan gelombang pemutusan hubungan kerja, pemotongan upah,
penghapusan subsidi dan jaminan social datang bersamaan dengan naiknya pajak,
biaya kesehatan, pendidikan, serta naiknya harga bahan kebutuhan pokok.
Dengan
keadaan krisis tersebut, Pemimpin-pemimpin negeri imperialisme dibawah pimpinan
tunggal Amerika Serikat terus menunjukkan karakter reaksionernya yang anti klas
buruh dan anti demokrasi serta pembela sejati sistem oligarki keuangan.
Pemerintah Barrack Obama mengambil jalan menguras keuangan Negara dan dana
public lainnya, dengan kebijakan bail-outnya untuk membantu oligarki keuangan
yang terang-terang telah merampas kekayaan rakyat dari seluruh dunia dengan
jalan mengeruk keuntungan dalam situasi krisis. Bahkan Barrack Obama menjadi
salesman bagi perusahaan besar persenjataan, pesawat terbang, pertambangan dan
berbagai macam peralatan berteknologi canggih yang mengalami over-produksi dan
mendesak penjualannya melalui perjanjian bilateral dan multilateral dengan
Negara diberbagai dunia. Dalam waktu yang bersamaan, dana milyaran dollar
dipergunakan untuk membiayai pembangunan pangkalan militer baru seperti U.S
African Command dan operasi militer diberbagai Negara Afrika, Amerika Latin dan
Asia.
Hal
serupa juga berlangsung dan bahkan lebih parah lagi, lilitan utang yang terus
menggelembung karena over-produksi memaksa pemerintahan reaksi terus menambah
derajat hutang baru melalui penerbitan obligasi dan berbagai surat utang
lainnya. Perluasan pasar barang produksi dan jasa keuangan Negara-negara eropa
sangat bergantung pada “Kebaikan Hati” Amerika Serikat yang bersedia menampung
barang dagangannya, dan membagi pasar ke Negara berkembang yang didominasi
Amerika Serikat. Negara-negara eropa hanya mendapatkan bagian “Super-Propit”
apabila kebijakan luar negeri Amerika Serikat di dukung sepenuhnya oleh negeri
eropa, seperti mempertahankan pangkalan militer US, dan ambil bagian langsung
dalam perang melawan terorisme dan penggulingan pemerintahan anti Ameriak
Serikat. Sedangkan kedudukan negeri eropa kecil akan mendapat “Bagian” jika
membuka dirinya bagi pangkalan militer baru US. Menerapkan demokrasi ala US,
serta membuka pasar dan investasi dalam negerinya bagi kepentingan US. Hal
inilah yang menyebabkan gerakan rakyat di negeri-negeri Uni Eropa melakukan
aksi protes kelembaga-lembaga pemerintahannya yang korup, serta secara langsung
menyerang dominasi US atas negerinya.
Krisis
demi krisis terus berlangsung, US tetaplah menjadi kekuatan tunggal dan nomor
satu yang belum tertandingi oleh kekuatan imperialisme lainnya, hal ini bisa
dilihat dari kemampuannya untuk melaksanakan berbagai tindakan unilateral termasuk mengisolasi dan
mnyerang negeri lainnya tanpa persetujuan PBB. Hal ini tentu ditopang oleh
kekuatan modal dan kekuatan militernya yang sangat besar di diseluruh negeri
serta kedudukannya sebagai pimpinan NATO; serta ketergantungan negeri
imperialism lainnya pada capital US yang secara actual terkonsolidasi melalui
organisasi multilateral seperti G8, WTO dan Institusi keuangan seperti Bank
Dunia dan IMF.
Dengan
skema inilah US tetap dapat mempertahankan kepemimpinannya dan meredam
pertentangan antar negeri imperialism, terutama untuk mempercepat kebijakan
neo-liberal di negeri setengah jajahan dan setengah feudal melalui kerjasama
multilateral dan bilateral seperti pertemuan G-8 yang diperluas menjadi G-20 di
Los Cabos, Mexico, seluruh negeri imperialisme berusaha untuk bekerjasama
mengenai resesi eropa dengan memobilisasi dana talangan bagi International
Monetery Fund (IMF) dari negeri setengah jajahan dan mereka berhasil
dipersatukan dalam kekehawatiran yang sama bahwa resesi ini akan sangat
berbahaya bila menggempur “Institusi Finans dan Pasar Amerika” yang selama ini
menjadi andalan atau dewa penyelamat bagi sistem kapitalisme monopoli dunia.
Dan dalam pertemuan tersebut mereka bersepakat untuk mengatasi krisis tersebut
secara bersamaan, karena krisis ini mereka yakini akan berjalan lama, dan
membutuhkan sumber hidup selama krisis berlangsung, dan satu-satunya sumber
penghidupan yang bisa menopang krisis tersebut adalah negeri-negeri yang kaya
sumber bahan mentah dan yang memilki banyak penduduk untuk memasarkan hasil
produk industry mereka.
Oleh
karenanya, seluruh negeri imperialisme dalam pertemuan G-8 dan G-20 yang
terakhir tetap berkomitmen bersama untuk saling bekerjasama dibawah pimpinan
Amerika Serikat memelihara dan mendorong kebijakan neo-liberal dinegeri
setengah jajahan. Secara bersama-sama memelihara pertumbuhan ekonomi dengan
tujuan meningkatkan super propit, dan dalam waktu yang bersamaan juga
mempromosikan demokrasi palsu untuk menumpulkan perjuangan klas dan menggunakan
cara militer untuk menggulingkan pemerintah yang tidak efektif dan tidak
mendukung skema penanganan resesi ini dibawah pedoman Counter-Insurgency Amerika
Serikat.
Situasi
Kaum Tani Indonesia di bawah Kebijakan SBY dalam Mensukseskan program MP3EI:
Pada tahun 2012 pemerintah Indonesia lewat
presiden Susilo Bambang Yudoyono mengumumkan keprihatinannya atas situasi
krisis global yang terus menimpa negeri-negeri imperialisme utamanya US dan Uni
Eropa. Bahkan dalam pidatonya SBY mengungkapkan akan membantu International
Monetary Fund (IMF) sebesar U.S$ 1 Milliar agar dapat mengatasi krisis
tersebut. Tindakan yang dilakukan oleh SBY tersebut tentu sangat memalukan,
padahal dalam praktiknya sendiri SBY mengungkapkan bahwa negera sedang dilanda
defisit anggaran dalam mensubsidi BBM. Dan dalam pertemuan Negara-negara G-20
presiden SBY juga mengungkapkan keprihatinannya atas tindakan pemerintah Suriah
yang membunuh gerakan oposisi dan mendukung upaya Rusia mengadakan pembicaraan
dengan Al Asad ditengah pembantaian serupa terjadi di Sumatera, Kalimantan dan
Sulawesi.
Bahkan ditengah kemarahan kaum tani dan klas buruh
yang dirampas upah dan kebebasan berserikatnya, SBY secara perlahan menyulap
kebobrokannya dengan mengumumkan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) ekonomi
Indonesia naik 6% per tahunnya. Angka penganguran dan kemiskinan pun tidak
luput disulapnya, demikian pula
kosmetika yang membungkus kebusukan demokrasi palsu yang korup dan fasis akan
segera meleleh oleh keringat dan darah rakyat , aroma busuknya akan segera
menyebar ke mana-mana.
Semua angka-angka ekonomi fantastis dan sistem
demokrasi palsu tersebut bertentangan sepenuhnya dengan keadaan penghidupan
rakyat sehari-hari. Semakin jelas dan terang bahwa krisis kronis di dalam
negeri tidak bisa ditutupi lagi dengan berbagai indikator demokrasi palsu
seperti sistem pemilihan langsung dan berbagai reformasi serta berbagai
indikator ekonomi. Termasuk bantuan U.S $ 1 Milyar kepada IMF tidak bisa
memanipulasi keadaan bahwa negeri ini berada dalam krisis kronis yang terus
memburuk, semakin bergantung dan didominasi imperialisme Amerika Serikat,
bergantung hidup pada utang luar negeri dan investasi asing. Hal ini dilakukan
oleh SBY hanya untuk menyenangkan hati sang majikannya yang telah memberikan
topangan hutang dalam mensukseskan program Millennium
Challenge Corporation (MCC) Compact dalam rangka UN Millennium Development Goals (MDG’s) bernilai US $ 600 Juta demi
“Memelihara Pertumbuhan Ekonomi dan Memerangi Kemiskinan” di Indonesia selama
tiga tahun terakhir. Rakyat juga akan menyadari bahwa program yang dijadikan
dasar oleh pemerintahan SBY dan dimanipulasi menjadi Rencana Pembangunan Jangka
Panjang (RPJP) pemerintahan SBY.
Keluarga kaum tani di pedesaan mengalami peningkatan defisit pendapatan yang mematikan sebagai akibat dari semakin terintegrasinya kaum tani dengan ekonomi komoditas monopoli (Cash-Economy) di satu sisi, dan semakin melemahnya kemampuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri (Self-Sufficient Economy). Selain itu juga kaum tani dihadapkan dengan program MP3EI yang pada hakekatnya akan banyak merampas lahan rakyat terhusus lahan pertanian, untuk memasifkan niat piciknya tersebut SBY juga mengeluarkan Undang-undang Pengadaan Tanah untuk kepentingan umum (UU PT).
Ironisnya,
selama hampir dua periode pemerintahannya, SBY menutup mata dan telinga pada
keadaan ini. Ia lebih suka membuai dirinya sendiri dengan pujian selangit dari
Amerika Serikat dan negeri imperialis lainnya berkat loyalitasnya yang tanpa
batas dalam menjalankan berbagai skema dan kebijakan ekonomi serta mengadopsi
sistem politik dan demokrasi palsu imperialis. Ia mendapat pujian yang luar bisaa
karena berhasil memberikan jaminan “stabilitas dan keamanan” bagi investasi
asing, membuat setumpuk regulasi dan kebijakan neo-liberal: meneruskan
privatisasi BUMN-menciptakan manajemen krisis utamanya bagi institusi
keuangan-pembaruan fiskal terutama penghapusan subsidi, sanggup membayar utang
luar negeri dengan teratur, dan terus memperluas pasar baru bagi kapital dan
komoditas imperialis yang terancam membusuk karena over-produksi. Seluruh unsur
dari Structural Ajustment Programs
(SAP’s) yang diajukan Bank Dunia dan IMF dijalankan dengan sangat sempurna,
setahap demi setahap.
Peiode
kedua pemerintahan SBY adalah periode penjarahan habis-habisan terhadap
kedaulatan dan kekayaan bangsa, serta kebebasan rakyat Indonesia sejak
ditanda-tangani dan dijalankannya
kesepakatan “Kerjasama Bilateral Komprehensif Indonesia-Amerika Serika,”
Juni 2010. “U.S.-Indonesia Comprehensive
Partnership Joint Commission” adalah badan eksekutif negara reaksi yang
sangat penting saat ini dan bertugas dari waktu ke waktu membuat rencana baru
untuk memastikan berbagai kesepakatan culas dalam lapangan ekonomi,
politik-militer dan kebudayaan itu berjalan.
Belum
lama ini, dengan penuh kemunafikan dan kelicikan, pemerintahan SBY bekerja sama
dengan World Trade Organization (WTO) yang merupakan perdagangan, tetapi WTO
mencakup banyak hal, mulai dari liberalisasi perdagangan berbagai sektor,
menfasilitasi perdagangan, membuat peraturan penyelesaian hingga meluas pada
liberalisasi Investasi, ini kemudian menjadi pembahasan dan menjadi
kesepakatan-kesepakatan yang bisaanya diambil melalui kebijakan tertingginya
dalam pertemuan tingkat menteri yang diadakan dua tahun sekali. Tahun 2013,
adalah pertemuan tingkat menteri yang ke-9
Yang memprioritaskan 3 pokok pembahasan
diantaranya; Tentang Agreement on Agriculture (AoA), Least Developed
Country (LDC) dan Trade Facilitation (TF).
AoA adalah: Perjanjian dibidang pertanian, perundingan ini sudah
mengalami kebuntuan selama satu dekade terakhir. Mandegnya perundingan ini
dikarenakan negara-negara kapitalis monopoli tetap mempertahankan proteksi
terhadap pertanian mereka sehingga membuat produksi pertanian dari negara
berkembang tidak dapat bersaing dipasar internasional. Satu sisi mereka mengharuskan
penghilangan subsidi terhadap petani, disisi lain mereka mempertahankan subsidi
pertaniannya. LDC adalah: Kelompok
negara-negara miskin yang berusaha mengajukan proposal didalam WTO agar seluruh
ekspor dari negara-negara anggota LDC ke negara-negara maju tidak dibatasi
kuotanya dan dipermudah seluruh prosesnya, dan sesungguhnya proposal ini telah
diterima pada pertemuan WTO tahun 2011. Meskipun proposal ini diajukan oleh negeri miskin tetapi
sesungguhnya proposal ini menguntungkan negeri maju, sebab negeri maju memiliki
kepentingan besar agar produksi dari negeri seperti Indonesia tidak dibatasi
kwota ekspornya, terutama raw material/bahan mentah.
TF adalah: Agenda yang akan menjadi pembahasan utama dalam
KTM WTO ke-9 di Bali. TF adalah skema fasilitas perdagangan yang dipromosikan
untuk mempercepat dan mempermudah proses masuknya barang-barang dari negara
maju ke negara berkembang seperti Indonesia. Implementasi TF dalam perkembangan
saat ini adalah
memfasilitasi
adanya sistem tekhnologi informasi/komputerisasi di pelabuhan-pelabuhan,
agar dapat memotong jalur birokrasi dan mempercepat proses perdagangan/keluar masuk barang antar negara.
Contoh yang lain adalah penggantian mesin-mesin yang masih manual dan
semi-automatic dengan mesin-mesin yang sudah terhubung dengan komputerisasi. Dengan demikian seluruh produk
akan dengan mudah masuk ke Indonesia, termasuk produk pertanian.
Situasi Kaum Tani NTB dan Perjuangan
Petani Badai Selatan
Skema Liberalisasi dan privatisasi ini sesungguhnya bukanlah barang
baru bagi rakyat, akan tetapi telah lama terlaksana secara apik dan baik di
Indonesia di bawah kepemimpinan Rezim Susilo Bambang Yudhoyono. Di NTB sendiri
kedudukan TGB. Zainul Majdi sebagai Gubernur NTB mampunyai raport yang baik
dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan ini di NTB, misal saja skema MDGs
yang sukses dimanifestasikan dalam program A3 (Akino, Absano dan Adono) oleh
TGB. Yang kemudian dalam pelaporannya TGB juga seolah mengcopy-paste metode
pelaporan SBY yaitu dengan melakukan pembohongan-pembohongan statistic, dimana
TGB menyatakan bahwa angka buta aksara dan angka kemiskinan di NTB telah
menurun secara drastis. Angka kemiskinan sebelumnya berada pada angka 23% kini
telah menjadi 19%[1]. Sesungguhnya yang dilakukan TGB sesuai dengan
yang dilakukan oleh SBY yaitu dengan menurunkan angka Standar Hidup Layak
rakyat menjadi 1 USD per-hari (padahal
Bank dunia menetapkan bahwa angka hidup layak adalah 2 USD per-hari, angka 1
USD dolar ini justru masuk dalam kategori tingkat kemiskinan yang sangat
parah), jika kita berhitung dari kebutuhan makan saja, maka angka ini
sesungguhnya amatlah jauh dari angka keterpenuhan kebutuhan hidup layak rakyat,
belum lagi dengan kebutuhan-kebutuhan lainnya, seperti pendidikan, transportasi
dan telekomunikasi, yang justru sesungguhnya juga masuk dalam kategori
kebutuhan pokok rakyat.
Selain itu juga, TGB sukses menambah jumlah penguasaan lahan untuk
PT. NNT sampai ke Dodorinti. Kedudukan TGB sebagai coordinator MP3EI koridor V
juga semakin menegaskan kedudukan TGB sebagai komparador tepercaya Imperialisme
di NTB bahkan Indonesia wilayah Timur. Selanjutnya, Kedudukan staregis NTB
bersama Bali dan NTT sebagai provinsi yang berada di tengah-tengah negara
Indonesia mempunyai arti strategis sebagai jalur penghubung ekonomi antara
wilayah Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur. Dimana Indonesia
sendiri telah membagi wilayahnya menjadi dua wilayah pengembangan, dimana
Indonesia bagian barat berkedudukan sebagai wilayah pengembangan sector
perkebunan dan Indonesia bagian timur sebagai wilayah pengembangan sector
pertambangan. NTB sendiri khususnya pulau Sumbawa dalam pembagian ini masuk dalam wilayah Indonesia bagian timur
sebagai pengembang sector pertambangan. Hal ini kemudian dibuktikan dengan
banyaknya investasi sector pertambangan di wilayah NTB, sampai dengan saat NTB
telah menerbitkan 196 IUP dan 1 Kontrak
Karya yang terdiri dari 68 perusahaan logam, 28 perusahaan non logam dan 101
perusahaan batuan dengan total luas areal pertambangan 891.150 ha, dimana PT.NNT masih sebagai
penguasa lahan terluas yaitu 87.540 Ha.
Selain sector pertambangan yang merupakan sector investasi unggulan,
NTB juga memberikan ruang untuk investasi di sector yang lain seperti sector
perkebunan yang sejauh ini penguasaan lahannya telah mencapai 749 Ha.
Perusahaan pengembangan sector perkebunan tersebut Atas nama PT. Cosambi
Victoria (99 Ha) dan PT. Agrindo Nusantara (650 Ha). Sesungguhnya jika dilihat
dari komoditi tanam seperti tembakau, jagung, jambu mente, kopi, dll,
perkebunan justru sangat banyak menguasai lahan
rakyat melalui mekanisme penyeragaman komoditi tanam, dalam hal ini
petani diberikan pinjaman berupa bibit dan pupuk dengan konsekwensi petani
harus menjual kembali hasil produksinya ke perusahaan pemberi pinjaman dengan
harga yang telah ditentukan secara sepihak oleh perusahaan tersebut tentunya
(skema ini sering kali diistilahkan sebagai skema kemitraan yang esensinya adalah
perampasan lahan tidak langsung / silent land grabing). Komoditi tembakau
misalnya, dikuasai oleh 21 perusahaan diantaranya adalah 5 perusahaan milik
sampoerna group (yaitu PT Gudang Garam, Indonesia Indi Tobaco Citra Niaga, PT
Karya Putra Maju, dan PT Seng Sasak, serta PT Sadhana Arifnusa), PT Indonesia
Dwi9, PT Export Leaf Indonesia, PT Dua Jarum, CV.Tresno Adi, Nyoto Permadi,
Indonesia Indi Tobaco Citra Niaga, UD Subiyakto, UD Keluarga Sapi, UD
Cakrawala, Satuning Mitra Lestari, UD Iswanto, UD Sumber Rezeki Pancor, UD
Kemuning Sari Taya Jaya, Stevi dan PT Selaparang Agro serta PT Gudang Garam[2]
sejauh ini menguasai lahan dengan skema seperti yang dimaksud diatas mencapai
58.516 hektare. Dimana Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok
Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah, dan 29.154 ha di Lombok Timur dengan masa
produksi selama 5 bulan. Berdasarkan data dari Dinas Perkebunan NTB menyebutkan
potensi produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48.000 ton atau 95
persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50.000 ton per
tahun. Kemudian harga yang diberikan kepada petani tembakau oleh 21 perusahaan
tersebut berkisar antara Rp.16.000 – Rp. 29.000/kilogram.
Lain di sector perkebunan lain pula di sector kehutanan, dari total
luas hutan NTB yaitu 1.069.997,78 Ha. 64.780 Ha diantaranya adalah kawasan
IUPHHK-HTI oleh 3 perusahaan yaitu PT. Coin Nesia, PT. Usaha Tani Lestani,
sedangkan 6.417,295 Ha[3] dan PT. Shadana Arif Nusa seluas 3.810 Ha
yang menyebar di tiga kabupaten yaitu Kabupaten Lombok utara, Lombok timur dan
Lombok tengah, di Lombok tengah sendiri Sadhana mengantongi izin seluas 683
hektare, yang terbagi dalam dua blok, yakni Blok Mangkung seluas 173 hektare,
dan Blok PLambik seluas 510 hektare (meliputi Desa Plambik, Kabul, Serage dan
Montong Sapah)[4]
Penguasaan wilayah hutan lainnya merupakan Ijin paket Pinjam kawasan Hutan oleh
PT.NNT dengan nomor ijin no.
501/menhut-II/2009 tanggal 1 september 2009.
Wilayah
hutan yang telah direncanakan maupun sudah di buka oleh pemerintah Provinsi NTB
sebagai wilayah pertambangan sampai dengan saat ini adalah sebesar 479.311,12
ha dengan kata lain 53,75% dari total wilayah pertambangan justru berada berada
di wilayah hutan. Kedudukan strategis NTB sebagai jalur penghubung ekonomi antar Wilayah barat Indonesia dengan
wilayah timur Indonesia tentunya juga mempunyai potensi pengembangan sektor
pariwisata yang cukup besar. Sejauh ini, sektor pariwisata telah menguasai lahan NTB seluas 46.185 Ha.
yang kemudian terbagi kedalam 17
kawasan, dimana 10 kawasan diantaranya
berada di pulau Lombok dan 7 kawasan lainnya berada di pulau sumbawa. Sampai dengan hari ini sector ini telah di
kuasai oleh 154 PMA dan 19 PMDN.
Investasi
(yang esensinya adalah privatisasi) di NTB sejauh ini jika di total, maka penguasaan
lahannya adalah 1.006.674 ha atau sekitar 49,95% dari luas daratan NTB yang
jumlahnya adalah 2.015.320 Ha. Sedangkan lahan yang tersisa untuk pengembangan
sector pertanian hanya 239.127 Ha itupun menyerap 867.400 tenaga kerja, jika
dirasiokan maka rasio kepemilikan lahan oleh petani NTB adalah 0,27 Ha (2,7
are) untuk setiap orang petani. Pada prakteknya ada sebagaian petani juga yang
mempunyai lahan dari 50 are sampai 3 bahkan 4 ha. Artinya bahwa ada sebagian
besar petani juga yang merupakan petani tanpa lahan (buruh tani).
PT. BTDC (Bali Tourism Development Coorporation) sebagai
Musuh Utama Kaum Tani Badai Selatan
Bali Tourism
Development Coorporation (PT. BTDC) adalah BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang
ditunjuk langsung oleh Presiden SBY-Budiono untuk mengelola Kawasan Mandalika
Resort dengan luas lahan adalah 1.250 hektar yang melingkupi 4 desa yaitu Desa
Kute (meliputi dusun Kute, serenting, Bunut dan Ujung), Desa Sengkol (meliputi
dusun Grupuk dan Aan), Mertak (meliputi dusun Kliuh, sekembang dan sereneng),
Desa Sukedane (meliputi dusun Patiwong).
Kawasan
Mandalika Resort tersebut sebelumnya dikelola oleh PT. LTDC (Lombok Torism
Development Coorporation/ Perusahaan pengembangan pariwisata Lombok) yang pada
tahun 1998-1999 oleh kekuatan gerakan kaum tani mampu diusir dari lahan
tersebut, akan tetapi oleh Pemda NTB kemudian HGB dan HPl yang sebelumnya
dikuasai oleh PT. LTDC tersebut diserahkan Kepada PT. Emaar, kemudian pada tahun
2012 PT. Emaar juga hengkang dari lahan tersebut karena tidak mampu
menyelesaikan persoalan sengketa lahan yang ada, akhirnya Pemda kembali
mengambil alih HGB dan HPL tersebut kemudian menyerahkan kepada PT. BTDC.
Sejauh
ini telah ada 7 perusahaan yang telah menandatangani MoU dengan PT. BTDC,
adapun ketujuh perusahaan tersebut adalah PT. Gobel Internasional, PT. MNC Land
(MNC Group), Club Mediteranee, PT. Canvas Development (Rajawali Group), Australia
Cube’s Hotel, PT. Wahana Karya Suplaindo, dan PT. Yonashindo Intra Pratama. Tiga pihak
lainnya yang ikut mengambil bagian dalam pemanfaatan kawasan wisata Mandalika
dan diwujudkan dengan penandatanganan MoU juga adalah Ketua Sekolah Tinggi
Pariwisata (STP) Bali I Nyoman Madium, Direktur Politeknik Negeri Bali I Made
Mudhina, dan Bupati Lombok Tengah Suhaili FT mewakili manajemen Balai Latihan
Kerja (BLK) Lombok Tengah.
PT. Gobel
Internasional di bawah kepemimpinan Rahmat Gobel sejauh telah menguasai lahan
di kawassan Mandalika Resort seluas 300 Ha. Dengan orientasinya adalah untuk membangun fasilitas ramah lingkungan
untuk pengelolahan air minum dan limbah. Selain itu PT. Gobel Internasional
juga akan membangun resort dan hotel berbintang. Sedangkan PT. MNC Land (MNC
Group) telah menguasai 400 Ha. Lahan di kawasan Mandalika Resort. PT. MNC Land
sendiri akan membangun theme park atau taman hiburan
terintegrasi seperti disneyland, underwater park dan techno
park. PT. MNC Land juga akan membangun Lapangan golf, sirkuit balap Formula
Satu (F1), plenary hall untuk penyelenggaraan konser dan pelabuhan laut untuk
kapal pesiar dan kapal laut. Pada tahap pertama ini PT. MNC Land telah
berinvestasi di kawasan Mandalaika resort sejumlah
$170 juta dengan pembagiannya adalah $20 juta untuk lapangan golf dan $150 juta
untuk hotel bintang 5.
PT. Canvas Development (Rajawali Group) di bawah
pimpinan sekaligus pendirinya Peter Sondakh akan
membangun dan mengembangkan hotel dan vila, serta hight end resort di
wilayah Tanjung Aan. Australia Marina Cube's Hotel sebagai salah satu
Perusahaan perhotelan terkemuka asal Australia akan membangun sotel berbintang.
PT Wahanakarya Suplaindo berencana mendirikan tempat pelatihan dan keperawatan
khusus yang para lulusannya akan dikirim ke luar negeri, beserta fasilitas
pendukungnya. Selain itu, Wahanakarya juga akan menggeluti usaha perhotelan
untuk pelatihan siswa yang belajar di sekolah perhotelan, usaha Balai Latihan
Kerja Luar Negeri (BLKLN), usaha travel agency, perbankan, dan "Medical
Check Up Center". PT. Yonashindo
Intra Pratama berencana mendirikan tempat pelatihan dan keperawatan
khusus yang akan dikirim ke luar negeri. Manajemen Yonasindo juga akan
membangun fasilitas pendukungnya.
Sedangkan
Club Mediteranee (club med) sebagai perusahaan terbesar yang juga bermitra
dengan PT. BTDC adalah perusahaan asal prancis yang memang focus bergerak di bidang resort dan memiliki cabang di
seluruh dunia, dan bisaanya terdapat di lokasi-lokasi eksotis. Perusahaan
operator hotel dan resort ternama di dunia itu dimiliki oleh Henri Giscard
d’Estain, putra dari mantan Presiden Prancis periode 1974-1981 Giscard
d’Estaing.
Berdasarkan
seluruh gambaran di atas, maka tidak ada pilihan lain bagi kaum tani selain
berjuang merebut dan mempertahankan tanahnya dari ancaman perampasan yang hari
demi hari kian massif dilakukan oleh rezim kepala batu SBY-Budiono. Upaya
berjuang tersebut tentunya haruslah dipimpin melalui satu alat perjuangan
bersama berupa organisasi yang kuat dan solid.
Organisasi
yang kuat adalah organisasi yang secara terus-menerus melakukan : 1).
penyelidikan-penyelidikan sosial dan analisis kelas sebagai bentuk upaya untuk
mengetahui dan membedah persoalan yang terjadi di tengah massa rakyat, 2).
pendidikan-pendidikan baik untuk massa, anggota maupun pimpinan sebagai upaya untuk
terus memajukan kapasitas massa, anggota dan pimpinannya, 3). Propaganda-propaganda
baik secara luas maupun solid sebagai bentuk upaya terus menyebarluaskan
pengetahuan terhadap massa tentang situasi kaum tani dan massa rakyat lainnya,
4).kampanye-kampanye massa sebagai bentuk sikap atas ketertindasan kaum tani
dan massa rakyat tertindas lainnya, serta 5) melakukan penggalangan kekuatan
dengan organisasi-organisasi lain baik di sector yang sama maupun di lain sector seperti buruh, pemuda dan
mahasiswa, perempuan, pekerja seni dan massa rakyat tertindas lainnya.
Organisasi
yang solid adalah organisasi yang bersandar pada kekuatan sendiri dan terus
melakukan : 1). Perekrutan anggota sebagai upaya untuk terus memperbesar dan
memperluas pengaruh politik organisasi, 2). Melakukan verifikasi dan
konsolidasi anggota melalui program-program organisasi, dan 3). Melakukan
upaya-upaya untuk menghidupi organisasi melalui iuran dan pembentukan badan
usaha-badan usaha organisasi.
Jayalah
perjuangan Kaum Tani Indonesia!
Jayalah perjuangan Demokratis Nasional!
Bersatulah Rakyat Indonesia!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar