Selasa, 20 September 2011

PEMERINTAH HARUS BERTANGGUNG JAWAB ATAS TERJADINYA KRISIS AIR DI NTB

Oleh : Thoni Sagara
“pemerintah harus merumuskan tentang tata kelola dalam perencanaan Sumber daya alam yang adil dan lestari dalam pemenuhan kebutuhan hak dasar rakyat”.
Dilema kekurangan air bersih yang melanda masyarakat NTB pada akhir-akhir ini, menjadi ancaman bagi keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat yang terjadi di beberapa titik di wilayah NTB yaitu diantaranya terjadi di Kabupaten Lotim bagian selatan dari kawasan jerowaru, keruak, sakra, sakra barat dan sakra timur, kemudian di Kabupaten Loteng di kecamatan Praya Timur dan Kecamatan Pujut, hal serupa juga terjadi di sebagian besar kawasan KSB terutama di wilayah kawasan lingkar tambang. Manfaat air dalam kehidupan sehari-hari sangatlah pital, dimana  air dimanfaatkan mulai dari pemenuhan kebutuhan rumah tangga sampai pada pemenuhan kebutuhan irigasi teknis pertanian. Hal ini tentunya tidak bisa kita lihat dengan sebelah mata.
Dalam kurun waktu satu tahun terjadi begitu banyak titik mata air yang mengalami penurunan debit secara drastis bahkan hilang begitu saja, tercatat dari 500 titik mata air saat ini yang tersisa hanya 120 titik mata air saja, hal ini tentunya diakibatkan oleh maraknya pengerusakan areal hutan mulai dari praktek ilegal logging sampai pada banyaknya perusahan-perusahan tambang yang didirikan di wilayah hutan.
Tercatat ada 76 ijin pertambangan yang dilakukan di wilayah hutan, hal ini tentu akan sangat berakibat buruk terhadap cadangan air bumi. Belum lagi ditambah dengan kebijakan-kebijakan pemerintah yang bersifat sepihak seperti penerapan kompersi minyak tanah ke batu bara terhadap petani tembakau yang sampai saat ini masih belum berjalan secara maksimal dikarenakan batu bara yang merupakan bahan bakar alternative justru keberadaanya juga langka dan tidak efisien dalam penggunaannya, akhirnya sebagian besar petani tembakau menggunakan bahan bakar kayu dan tentunya akan memicu terhadap maraknya praktek illegal loging. tercatat dalam tahun pertama penerapan kompersi ini, dalam setiap harinya terdapat sekitar 60 truk kayu bakar atau setara dengan 600.000 m3 kayu bakar yang didistribusikan kepada petani tembakau untuk kebutuhan pengomprongan tembakau, lalu bagaimana dengan keadaan hari ini yang nota bene tembakau pada situasi harga yang menguntungkan???
Berdasarkan kondisi tersebut maka tidak heranlah kita jika kemudian NTB mengalami krisis air, terutama diwilayah-wilayah selatan yang memang pada dasarnya sudah rentan mengalami kondisi ini jika musim kemarau tiba. Kemudian dalam kondisi ini pemerintah justru terkesan tidak tanggap, kalaupun menanggapi hanya pada konteks pemecahan-pemecahan masalah yang bersifat sementara seperti pemasokan air bersih ke wilayah-wilayah yang mengalami krisis tersebut. Pemerintah harusnya lebih mengkaji lagi soal tata kelola tentang perncanaan SDA sehingga tidak terjadi ketimpangan antara masyarakat hulu dan masyarkat hilir. Dan terkait keberadaan perusahaan-perusahan tambang yang melakukan eksplorasi diwilayah hutan, harusnya diadakan studi kembali tentang ini, tentang dampak ekologinya karena sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup umat manusia.
 “pemerintah harus merumuskan tentang tata kelola dalam perencanaan Sumber daya alam yang adil dan lestari dalam pemenuhan kebutuhan hak dasar rakyat”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar