Jumat, 23 Januari 2015

MUSIM PENGHUJAN TERBERAT

Oleh : Thoni Sagara

Seperti biasanya musim penghujan seperti sekarang ini adalah masa-masa yang selalu dinantikan oleh para petani sebab musim penghujan adalah musim menanam, artinya musim melanjutkan hidup dengan mimpi bisa lebih sejahtera untuk hari-hari keberikutnya. Tapi keceriaan semacam itu tidak berlaku bagi keluarga Amaq Mai. Bagaimana bisa Amaq Mai menikmati musim penghujan kali ini seperti menikmati musim penghujan pada waktu-waktu sebelumnya sedang bayang-bayang penggusuran tanah selalu terpampang jelas dihadapannya. Sebenarnya bukan hanya keluarga Amak Mai, hal serupa pun tentunya dirasakan oleh keluarga Amak Kali, Amak Ladi, Amak Awan, Sibawaih, Sukril, dan ratusan keluarga lainya yang lahan pertanian bahkan rumahnya terancam tergusur oleh pembangunan pariwisata Mandalika Resort. Tapi untuk kali ini, saya ingin menceritakan ini dari sudut seorang tua renta yang oleh semangatnya ia tampak 20 tahun lebih muda dari usia aslinya.

Amaq Mai begitulah orang biasa menyapanya, ia adalah seorang petani yang bertempat tinggal di dusun sereneng desa sukadana kecamatan pujut kabupaten Lombok tengah, ia memiliki lahan seluas 90 are yang terbagi dalam dua kawasan, sebagiannya berada di wilayah dusun nandus dan sebagiannya yang lain berada di wilayah dusun keliuh yang berdekatan dengan pantai tanjung Aan Desa Sengkol Kec Pujut yang sekarang sedang direncanakan sebagai tempat pembangunan Destinasi Pariwisata bertaraf internasional lengkap dengan fasilitas hotel berbintang, Disney land, lapangan Golf dan Sirkuit F1 dan perkembanganya telah resmi menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) melalui PP no. 52 tahun 2014.

Dulunya, amaq Mai tinggal di lahan pertaniannya itu, tapi sejak tahun 1990an ia harus meninggalkan tempat tinggalnya sebab pembebasan lahan yang sarat dengan penipuan dan pemaksaan oleh PT.PPL/LTDC yang bekerja sama dengan pemerintah desa atau kecamatan setempat kala itu. Sempat suatu waktu Amaq Mai menceritakan tentang maraknya terror perampokan yang sering sekali terjadi bahkan hampir tiap malam kala itu, dan peristiwa-peristiwa perampokan itu menjadi aneh sebab sasarannya adalah rumah-rumah warga miskin yang hampir untuk memenuhi kehidupan hariannya saja kalau tidak melaut tidak mampu, hanya saja warga miskin sasaran perampokan-perampokan itu adalah warga yang tidak mau menyerahkan tanahnya dengan alasan apapun termasuk ganti –rugi pun juga jual beli.

Sejak 1993 Amak Mai beserta rekan-rekan petani yang lainnya terus menggelorakan perjuangannya menuntut keadilan terkait kedudukan lahannya tersebut, bahkan ia dan kawan-kawanya pun pernah sekali waktu melakukan aksi demonstrasi sampai menginap didepan kantor DPRD NTB. Ancaman, intimidasi, terror bahkan tindakan represif pun pernah ia terima. Tapi perjuangan memang walau sekecil apapun jika dilakukan dengan konsisten pasti akan menuai hasil, walhasil pada tahun 1998 Amak Mai bisa bernapas lega sebab PT.PPL/LTDC dinyatakan bangkrut dan gulung tikar. Sejak saat itu Amaq Mai beserta warga lainnya kembali menggarap tanahnya, menanami tanahnya dengan tanaman-tanaman seadanya seperti padi jika musim penghujan dan palawija ketika musim kemarau tiba. Tak banyak memang hasil pertanian yang bisa didapatkan mengingat tekstur tanah yang memang tidak terlalu subur sebab dekat dengan pantai tapi cukuplah untuk membuat asap mengepul di dapur setiap hari.

Keceriaan menyambut musim penghujan kiranya berjalan tak semulus harapan, tahun 2008 melalui Peraturan Pemerintah (PP) no. 50 tahun 2008 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara RI ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (persero) PT Pengembangan Pariwisata Bali, lahan pertanian Amaq Mai beserta petani-petani lainnya kembali tertawan dan penawanan lahan tersebut dinyatakan sebagai penyertaan modal Negara kepada PT. BTDC (Bali Tourism Development Corporation/Perusahaan Pengembangan Pariwisata Bali). Sama sekali tanpa sepengetahuan Amak Mai, ternyata tanahnya selama ini tidak benar-benar dimilikinya tapi secara diam-diam tanahnya telah telah diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kemudian berubah menjadi PT Pengelola Aset (PPA) dan kemudian perkembanganya dinyatakan sebagai asset Negara sebab PT.PPL/LTDC tidak mampu membayar hutangnya senilai Rp.1,3 triliun. Kenyataan ini belakangan diketahui oleh Amak Mai setelah mendengar cerita dari kepala BPN Lombok Tengah saat Amak Mai beserta Petani-petani lainya yang tergabung dalam Aliansi Gerakan Petani Lombok Tengah melakukan aksi hearing ke kantor BPN Lombok Tengah. Amak Mai kembali tak tenang, Amak Mai kembali melawan meski usia sudah tak lagi muda.

Amak Mai kini boleh saja sudah tidak selincah dahulu, usianya yang sudah terbilang tua membuat ia sering kali sakit-sakitan, tapi itu bukan berarti Amak Mai telah memilih untuk diam dan berpasrah diri, ia terus berupaya membangun semangat dari rumah ke rumah, lahan ke lahan, kampung ke kampung. Semangatnya terus membara seolah tak pernah aus termakan usia.

Pernah sekali waktu tepatnya di awal januari lalu ketika PT. ITDC[i] melalui kontraktornya PT. Waskita Karya akan melanjutkan pembangunan jalan dari Songgong Menuju Gerupuk, Amak Mai tetap terlihat gagah dengan sebilah tombak ditangannya menghadang proyek pembangunan jalan tersebut. Dan hasilnya pengerjaan proyek pembangunan jalan dihentikan sementara hingga pembicaraan terkait sengketa lahan dinyatakan tuntas.

Tentunya, hal tersebut bisa ditarik menjadi kemenangan kecil bagi Amak Mai, yang tentunya sama sekali tidak berarti bahwa ia telah berada pada posisi amanya, posisi aman adalah ketika tanah telah benar-benar dimiliki olehnya. Sedang kemenangan kecil ini hanya bersementara saja, ia masih tetap disatroni kehawatiran sebab musuh bisa berubah fikiran kapan saja dan tentunya bisa berbuat dengan cara apa saja.

Begitulah catatan Musim penghujan kali ini yang sungguh telah menjadi musim penghujan yang berat bagi Keluarga Amak Mai.



[i] Setelah diresmikan menjadi KEK Mandalika Resort PT.BTDC dirubah menjadi PT.ITDC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar