Minggu, 25 Mei 2014

MENYOAL UPAYA PT.NNT MERUMAHKAN 8.300 KARYAWAN


Pada tanggal 1 Juni mendatang akan menjadi hari yang paling mendebarkan bagi ribuan karyawan PT.NNT yang diancam akan di rumahkan berdasarkan berita yang santer diberitakan di beberapa media baik local maupun nasional belakangan ini. Upaya merumahkan ribuan karyawannya ini adalah salah satu langkah PT NNT didalam tiga rencana daruratnya terkait dorongan pemerintah melalui aturan perundang undangan serta aturan pelaksananya (Rencana darurat ini terbagi menjadi 3 tahapan. Pertama, rencana pengurangan produksi yang berarti aktivitas berkurang dan pada ujungnya akan ada pengurangan karyawan. Kedua, aktivitas tidak akan lagi selalu pada produktivitas, namun jadi berfokus kepada pemeliharaan (maintenance aset) dan lingkungan. Sedangkan yang ketiga dan menjadi jalan terakhir adalah menutup tambang.) .
Upaya merumahkan karyawan tersebut menurut PT.NNT adalah merupakan imbas dari diberlakukannya keharusan bagi setiap perusahaan tambang untuk membangun smelter sebelum melakukan eksport bahan hasil tambang sesuai dengan amanat pasal 170 Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU BARA. Butuh biaya yang sangat besar untuk membangun smelter tersebut yaitu berkisar antara Rp. 20- 30 triliun, upaya yang dilakukan selama ini oleh PT.NNT adalah dengan menggunakan jasa PT.Gresik Smelting akan tetapi sejauh ini PT. Gresik Smelting hanya mampu menampung 20%  dari total jumlah konsentrat hasil tambang PT.NNT sedangkan menurut PT.NNT gudang penampungan konsentrat tersebut akan penuh per-1 juni mendatang, artinya bahwa jika PT.NNT terus beroperasi maka bisa dipastikan bahwa sudah tidak ada lagi tempat penampungan konsentrat tersebut. Sehingga langkah paling tepat menurut PT.NNT adalah menghentikan sementara proses penambangan dan hal tersebut tentunya sama artinya dengan meniadakan kerja bagi buruhnya untuk sementara waktu atau merumahkan.
Pertanyaannya adalah, Apakah benar PT.NNT tidak mampu membangun smelter tersebut ?
Jika menurut PT.NNT biaya pembuatan smelter tersebut butuh biaya yang sangat besar, tapi bukan berarti PT.NNT tidak mampu untuk membangunya. jika ditinjau dari pendapatan harian PT.NNT yaitu berkisar antara Rp. 40-50 miliar perhari dengan biaya produksi Berkisar di angka Rp. 20 miliar perhari, jika dihitung maka penghasilan PT.NNT per- 1 bulan dikurangi biaya produksi sama dengan Rp. 600 – 900 miliar. Artinya bahwa PT.NNT sesungguhnya mampu membangun smelter tersebut jika saja perusahaan tersebut benar-benar menginginkannya. Sayangnya, PT. NNT memang tidak pernah mau serius untuk mengikuti kebijakan yang berlaku. PT. NNT justru sibuk mencari alasan pembenar atas kehendaknya untuk menekan biaya produksi serendah-rendahnya untuk bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Selanjutnya upaya PT.NNT untuk kemudian merumahkan 8300 karyawannya adalah langkah yang sama sekali tidak berdasar, tindakan merumahkan atau  PHK semestinya hanya bisa dilakukan jika perusahan tersebut mengalami kebangkrutan, faktanya sejauh ini PT.NNT belum mengurangi kebangkrutan tersebut. Hanya saja mengalami stak dalam berproduksi akibat produk berlebih yang semestinya dilakukan oleh PT.NNT adalah mencari jalan keluar yang sesungguhnya juga telah diberikan oleh pemerintah melalui amanat undang-undang no.4 tahun 2009 yaitu pembangunan smelter tapi lagi-lagi dalam situasi ini justru PT.NNT sibuk mencari korban atas ketidakinginannya untuk menjalankan aturan tersebut.
PT.NNT sesungguhnya telah memperoleh status eksportir terdaftar (ET) dari Kementerian Perdagangan sebagai salah satu syarat penting yang perlu dipenuhi untuk memperoleh izin ekspor. Artinya bahwa PT.NNT sesungguhnya telah mendapat hak istimewa sebaga eksportir, tapi lagi-lagi PT.NNT menunjukkan sikap anti kemandirian ekonomi bagi rakyat indonesia dengan meminta hak istimewa yaitu eksportir tanpa bea cukai. Hal tersebut tentunya merupakan tindakan yang telah mengangkangi hak rakyat indonesia serta tindakan yang menghina bagi kehidupan berbangsa kita.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar