Pada tanggal
1 Juni mendatang akan menjadi hari yang paling mendebarkan bagi ribuan karyawan
PT.NNT yang diancam akan di rumahkan berdasarkan berita yang santer diberitakan
di beberapa media baik local maupun nasional belakangan ini. Upaya merumahkan
ribuan karyawannya ini adalah salah satu langkah PT NNT didalam tiga rencana
daruratnya terkait dorongan pemerintah melalui aturan perundang undangan serta
aturan pelaksananya (Rencana darurat ini
terbagi menjadi 3 tahapan. Pertama, rencana pengurangan produksi yang berarti
aktivitas berkurang dan pada ujungnya akan ada pengurangan karyawan. Kedua, aktivitas
tidak akan lagi selalu pada produktivitas, namun jadi berfokus kepada
pemeliharaan (maintenance aset) dan lingkungan. Sedangkan yang ketiga dan
menjadi jalan terakhir adalah menutup tambang.) .
Upaya
merumahkan karyawan tersebut menurut PT.NNT adalah merupakan imbas dari
diberlakukannya keharusan bagi setiap perusahaan tambang untuk membangun
smelter sebelum melakukan eksport bahan hasil tambang sesuai dengan amanat
pasal 170 Undang-undang No. 4 tahun 2009 tentang PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATU
BARA. Butuh biaya yang sangat besar untuk membangun smelter tersebut yaitu
berkisar antara Rp. 20- 30 triliun, upaya yang dilakukan selama ini oleh PT.NNT
adalah dengan menggunakan jasa PT.Gresik Smelting akan tetapi sejauh ini PT.
Gresik Smelting hanya mampu menampung 20%
dari total jumlah konsentrat hasil tambang PT.NNT sedangkan menurut
PT.NNT gudang penampungan konsentrat tersebut akan penuh per-1 juni mendatang,
artinya bahwa jika PT.NNT terus beroperasi maka bisa dipastikan bahwa sudah
tidak ada lagi tempat penampungan konsentrat tersebut. Sehingga langkah paling
tepat menurut PT.NNT adalah menghentikan sementara proses penambangan dan hal
tersebut tentunya sama artinya dengan meniadakan kerja bagi buruhnya untuk
sementara waktu atau merumahkan.
Jika menurut
PT.NNT biaya pembuatan smelter tersebut butuh biaya yang sangat besar, tapi
bukan berarti PT.NNT tidak mampu untuk membangunya. jika ditinjau dari
pendapatan harian PT.NNT yaitu berkisar antara Rp. 40-50 miliar perhari dengan
biaya produksi Berkisar di angka Rp. 20 miliar perhari, jika dihitung maka
penghasilan PT.NNT per- 1 bulan dikurangi biaya produksi sama dengan Rp. 600 –
900 miliar. Artinya bahwa PT.NNT sesungguhnya mampu membangun smelter tersebut
jika saja perusahaan tersebut benar-benar menginginkannya. Sayangnya, PT. NNT
memang tidak pernah mau serius untuk mengikuti kebijakan yang berlaku. PT. NNT
justru sibuk mencari alasan pembenar atas kehendaknya untuk menekan biaya
produksi serendah-rendahnya untuk bisa meraup keuntungan sebesar-besarnya.
Selanjutnya
upaya PT.NNT untuk kemudian merumahkan 8300 karyawannya adalah langkah yang
sama sekali tidak berdasar, tindakan merumahkan atau PHK semestinya hanya bisa dilakukan jika
perusahan tersebut mengalami kebangkrutan, faktanya sejauh ini PT.NNT belum
mengurangi kebangkrutan tersebut. Hanya saja mengalami stak dalam berproduksi
akibat produk berlebih yang semestinya dilakukan oleh PT.NNT adalah mencari
jalan keluar yang sesungguhnya juga telah diberikan oleh pemerintah melalui
amanat undang-undang no.4 tahun 2009 yaitu pembangunan smelter tapi lagi-lagi
dalam situasi ini justru PT.NNT sibuk mencari korban atas ketidakinginannya
untuk menjalankan aturan tersebut.
PT.NNT sesungguhnya
telah memperoleh status eksportir terdaftar (ET) dari
Kementerian Perdagangan sebagai salah satu syarat penting yang perlu
dipenuhi untuk memperoleh izin ekspor. Artinya bahwa PT.NNT sesungguhnya
telah mendapat hak istimewa sebaga eksportir, tapi lagi-lagi PT.NNT menunjukkan
sikap anti kemandirian ekonomi bagi rakyat indonesia dengan meminta hak
istimewa yaitu eksportir tanpa bea cukai. Hal tersebut tentunya merupakan
tindakan yang telah mengangkangi hak rakyat indonesia serta tindakan yang
menghina bagi kehidupan berbangsa kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar