Rabu, 22 Februari 2012

Pekerja Tuntut Pesangon Rp 44 Miliar


BATAM, KOMPAS.com - Para pekerja PT Nutune Batam menuntut pesangon Rp 44 miliar untuk 600 orang. Namun, perusahaan hanya sanggup menyediakan separuh dari nilai tuntutan buruh.
Ketua Pengurut Unit Kerja Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) Nutune, Gunawan, mengatakan, pekerja meminta kepastian pesangon karena mendengar perusahaan tutup pada awal Maret 2012. Pekerja meminta pesangon senilai dua kali masa kerja. Sementara perusahaan hanya bisa mau memberi pesangon setara satu kali masa kerja.
"Kami meminta Dinas Tenaga Kerja mendesak manajemen memenuhi hak buruh sesuai ketentuan," ujarnya, Rabu (22/2/2012) di Batam, Kepulauan Riau.
Pesangon sesuai permintaan buruh setara Rp 44 miliar. Sementara, manajemen Nutune hanya menawarkan Rp 22 miliar bagi 400 pekerja tetap, dan 200 pekerja kontrak di perusahaan itu.
Pembayaran pun setelah aset pabrik elektronika itu dijual. Berdasarkan taksiran, aset perusahaan milik investor Jepang itu bernilai Rp 34 miliar. Selain untuk membayar pesangon, perusahaan itu masih harus melunasi se jumlah tagihan.
Sementara Direktur Pelayanan Satu Pintu Badan Pengusahaan (BP) Batam, Dwi Djoko Wiwoho, mengatakan, belum ada laporan penutupan Nutune. BP Batam hanya menerima laporan perusahaan itu hanya menghentikan operasi sementara waktu.
Sesuai dengan ketentuan, setiap perusahaan asing harus melapor jika akan masuk dan keluar Batam. Pelaporan itu untuk memastikan tidak ada kewajiban yang ditinggalkan perusahaan.  

Sementara itu Pengadilan Negeri Batam mengadili Ashardi dan Aman. Keduanya ikut berunjuk rasa menuntut kenaikan upah minimum kota (UMK) Batam pada November 2011. Unjuk rasa itu diikuti kericuhan di beberapa tempat.
Jaksa mendakwa Aman merusak kantor Polsek Sagulung, Batam. Menurut jaksa, Aman melempar tiga kali sehingga memecahkan kaca polsek. Akibat perbuatannya, Aman diancam penjara maksimal lima tahun. Jaksa mendakwanya melanggar pasal 170 ayat (1) kitab undang-undang hukum pidana (KUHP) tentang perusakan barang.
Sementara Ashardi dituding sebagai provokator kericuhan. Menurut jaksa, kericuhan pecah setelah Ashardi memprovokasi buruh. Kericuhan itu terjadi di Kantor Wali Kota Batam.
Sidang itu disaksikan puluhan buruh dari SPMI dan Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Anggota SPMI berdemontrasi di depan gedung PN sebelum masuk ruang sidang. Sementara anggota SPSI langsung masuk ruangan sidang.
Puluhan polisi dikerahkan untuk mengamankan pengadilan akibat unjuk rasa itu. Setiap buruh yang masuk gedung pengadilan diperiksa polisi. Padahal, tidak ada pengunjung lain diperiksa. Bahkan, pemeriksaan itu tidak pernah dilakukan sebelumnnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar